Selasa, 29 Mei 2012

Just Share



Aku punya sebuah cerita, tentang seorang gadis biasa yang jatuh cinta pada seorang pangeran. Sosok yang begitu sederhana namun penuh dengan kharisma. Bagi si gadis biasa, hanya sang pangeralah sosok paling sempurna yang pernah ia temui. Bersusah payah sang gadis melakukan usaha, hingga akhirnya ia bisa masuk kedalam lingkungan kerajaan. Meski hanya menjadi pelayan istana yang tak berharga, asalkan ia bisa melihat karya tuhan yang paling sempurna di hatinya, ia akan mengucpkan kata syukur sebanyak-banyaknya. 

Hari berganti minggu, lalu berganti bulan, kemudian berganti tahun. Hingga pada tahun kedua, sang gadis tak juga menunjukkan rasa kagumnya. Ia hanya memendamnya dalam hati. Berharap sang pangeran akan menyadari apa yang ia rasakan. Kau tahu istilah "harapan semu". Ya, sebuah harapan yang tak akan pernah menjadi kenyataan. 

Suatu hari, tibalah waktunya sang pangeran untuk menjadi wakil istana, menggantikan baginda raja untuk menghadiri sebuah pertemuan dalam tujuan persahabatan antar negara. Dan diluar dugaan, hal itu membutuhkan waktu yang lama. Bahkan kemungkinan pangeran tak akan pernah kembali ke istana. 

Hari itupun datang. Tanpa ada yang meminta dan menunggu. Pangerannya pergi. Entah kapan akan kembali. Sampai akhir, sang gadis tetaplah menjadi gadis biasa. Tanpa pernah merasakan rasanya di lihat oleh seorang pangeran. Tidak. Bukan lagi sosok pangeran. Tapi sosok orang yang begitu dicintainya. Hingga akhirnya, ia hanya bisa menahan semua perasaan itu tanpa terbalas meski hanya sedetik dalam hidupnya.


itu hanya sebagian kisah antara sang gadis dan pangeran. sebuah dongeng penghantar tidur yang selalu menemani malamku hingga aku terlelap. berharap sang pangeran dan si gadis biasa akan bersama. namun aku bukan penulis. itulah yang telah tertulis diatas lembaran buku dongeng tersebut. tak ada yang bisa kulakukan, karena itulah jalan cerita yang telah ditakdirkan untuk si gadis biasa dan pangerannya.

Senin, 14 Mei 2012

Cerpen : Love In Crime


hellloooo !!! alohaaaa !!!! *tebar kembang 7 rupa* 
gue balik lagi bareng sama cerpen gue yang abal-abal ini :D sebenarnya, cerpen ini adalah cerpen yang gue ikutin lomba di salah satu forum. tapi.. sesuatu, deh. yang ikut itu buanyak banget. gue jd ga' yakin sendiri :D 
yah.. at least.. gue udah berusaha ikutan kan... hasilnya terserah nanti aja :D
udh, yah.. dr pada lama ngedengerin gue ceramah disini, mending langsung baca aja. happy reading :)
..................................................................................................................................................................

Gedung itu terlihat begitu usang dan tua. Banyak cat yang telah mengelupas di dinding hotel yang terlihat rapuh itu. Seolah akan musnah dan hancur berkeping-keping diterpa dinginnya angin musim gugur. Layaknya dedaunan yang menguning dan beterbangan di pinggiran jalan. Namun keadaan itu tak menyurutkan niat ataupun nyali seorang detektif sepertinya. Kyle Albrechtberger.
Pria berdarah Jerman tersebut memiliki ketertarikan dan kemampuan tersendiri dalam memecahkan berbagai kasus. Bukan hanya satu atau dua kasus dan baru satu atau dua tahun ini dia menopang hidup sebagai detektif kepolisian Inggris. Di usianya yang baru menginjak pertengahan 20 tahun, bahkan hampir semua kasus penuh misteri yang berkeliaran di negeri Ratu Elizabeth itu, dialah yang memecahkannya,
Parasnya begitu sempurna dengan tinggi 180 cm, hidung mancung, kulit light brown serta potongan rambut cepaknya yang rapi. Setiap orang pasti akan berdecak kagum mengetahui anugrah yang diterima olehnya. Namun tak ada gading yang tak retak. Sampai detik ini, ia selalu gagal menangkap atau bahkan mencegah seorang pencuri wanita misterius. Pencuri permata yang selalu menghantui setiap tidur malamnya. Menari-nari dalam pikirannya dengan tatapan mencemooh dan menantang. Seolah mengatakan ‘seorang detektif kepercayaan kepolisian Inggris bahkan tidak bisa mencegah seorang pencuri sepertiku’.
Ketika saat itu datang, saat selangkah lagi ia akan menggenggam tangan pencuri itu dan menyeretnya memasuki buih tahanan, pencuri itu menghilang. Hilang didalam cahaya keemasan mentari pagi, layaknya bintang yang menghilang saat kegelapan malam tak lagi bersamanya. Begitu sesuai dengan sebuah nama yang ia pinjam. Nama bintang paling terang di barisan rasi bintang virgo, Spica.
Kyle memasuki hotel usang itu dengan langkah santai. Mantel coklatnya dibiarkan menggantung tanpa dikancing. Sebuah senter saku ia gunakan untuk menerangi pencahayaan yang begitu minim.
Tiba-tiba saja matanya yang tajam melirik kearah meja bulat. Seperti meja untuk sekedar minum teh atau minum kopi yang ditemani dengan beberapa kue kering. Sebuah kertas coklat dengan beberapa tulisan diatasnya mengundang perhatian. Tangannya bergerak dengan pasti mengambil kertas coklat yang terlihat sama tuanya dengan gedung tersebut.
My love wouldn’t end like this. I’ll continue my love story. I’ll write them on my destiny, and i’ll make my happy ending story. So, are you curious what it would be ? Then wait ! When the moon can't embrace the light of sun, i’ll make it end.
Kyle tersenyum simpul saat mengetahui isi surat itu. Ia tahu itu adalah sebuah surat yang ditujukan untuknya oleh pencuri wanita misterius bernama Spica yang selalu membuatnya memutar otak dua kali untuk bisa memecahkan kode berbentuk surat yang sekilas terlihat seperti curahan hati seseorang itu. Detik berikutnya ia melipat surat tersebut, dan memasukkannya kedalam kantung mantelnya dan pergi meninggalkan tempat rapuh itu.
*****
Mataharipun muncul dengan membawa sinarnya yang menghangatkan pagi yang cukup dingin ini. Bersamaan dengan itu, bibirnya tertarik melengkung membentuk suatu senyuman. Tak sia-sia waktu yang ia buang semalaman untuk memikirkan maksud dari surat tersebut, dan kini ia sudah mengetahuinya. Dalam hati ia berkata “sepertinya kita akan bertemu dalam waktu dekat ini, spica”
Tanpa membuang waktu, ia menyambar mantel coklatnya yang tergantung dengan elegan di dinding. Tak lupa topi rajutan yang selalu di pakainya saat musim gugur tiba. Dengan cepat ia mengambil kunci mobilnya dan segera melajukan mobil lexus hitamnya menuju sebuah tempat. Markas kepolisian inggris tempatnya bekerja.
Dengan sopan ia mengetuk pintu ruangan atasannya sampai terdengar suara yang mengijinkannya memutar knop pintu tersebut dari dalam.
“selamat pagi Tuan Barclay, maaf mengganggu pagimu” sapanya sopan dan ramah dengan intonasi yang lembut namun terdengar tegas.
Arthur Barclay, kepala kepolisian inggris itu mengangkat kepalanya dari sebuah arsip yang baru ia baca, menatap Kyle yang tengah berdiri dihadapannya lalu menampakkan senyum keramahan pada pria itu. “sama sekali tidak. Lalu ada sesuatu yang ingin kau laporkan ?”
Kyle mengangguk cepat, kemudian ia mengeluarkan sebuah kertas coklat yang dilipat empat dari saku mantelnya dan menyerahkannya pada atasannya tersebut. Mr. Barclay mengangguk mengerti “apa ini surat lanjutan dari spica ?” Tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas usang itu. Kyle kembali mengangguk dan membuka suara “ya, Tuan”
Beberapa menit keadaan dalam ruangan itu terasa hening. Bahkan dentingan jarum jam di dinding terdengar begitu nyaring. Sampai salah seorang diantara mereka kembali membuka suara. “aku tidak mengerti isi surat yang seperti curahan hati seseorang ini. Bisa kau jelaskan ?” Mr. Barclay bertanya dengan mengerutkan keningnya.
Kyle terduduk di sebuah sofa hitam yang terpajang di sudut ruangan itu sebelum mulai menjelaskan apa yang ditanyakan oleh atasannya itu.
“anda tahu kalimat pertama dan kedua yang ditulisnya ? My love wouldn’t end like this. I’ll continue my love story. Para penggemar novel romantis akhir-akhir ini dihebohkan dengan berakhirnya cerita cinta dengan akhir tak jelas yang ditulis seorang novelis terkenal. Novel itu adalah karya Ross Blanc. Seorang novelis romantic terkenal yang kekayaannya dapat membeli sepertiga dari kerajaan inggris.” Kyle mengakhiri kalimatnya.
Tanpa membuat jeda yang lama, kyle kembali melanjutkan analisisnya.” Sekitar sebulan yang lalu, nyonya Ross Blanc mengijinkan beberapa reporter untuk mengekspos rumah dan juga kekayaannya. Dan yang paling membuat kagum banyak orang adalah sebuah permata yang ia sebut ‘the heart of love’. Lalu kalimat ke tiga. I’ll write them on my destiny, and i’ll make my happy ending story. Permata itu diyakini bisa melihat orang yang ditakdirkan untuk siapun yang menyentuh permata itu saat mengarahkannya ke sinar bulan yang samar saat terjadi gerhana bulan. Dan orang itu akan bahagia dengan takdir yang ia lihat saat itu.” Kyle kembali menghela napas pendek sebelum melanjutkan kalimatnya.
 “lalu kalimat terakhir when the moon can't embrace the light of sun, i’ll make it end. Saat bulan tidak mendapat cahaya matahari adalah saat dimana terjadi gerhana bulan. Karena bumi berada ditengah-tengah bulan dan matahari. Menurut berita dari BMG inggris, gerhana bulan akan jatuh 2 minggu lagi tepat pada pukul 11 malam. Dan aku yakin ia akan memulai aksinya pada saat itu.”
Mr. Barclay tersenyum puas mendengar analisis Kyle. Ia beranjak dari kursinya yang empuk, mendatangi pria itu dan menepuk-nepuk pundaknya. “analisis yang bagus, Mr. Albrechtberger. Aku yakin kau bisa.”
*****
Hari yang ditunggupun tiba. Sejak pagi menjelang rumah kediaman Ross Blanc telah dipenuhi oleh banyak orang. Termasuk reporter dan anggota kepolisian inggris. Untuk berjaga-jaga, the heart of love yang asli telah ditukar dengan duplikatnya yang begitu identik dan diamankan disebuah tempat yang hanya diketahui oleh Miss Blanc. Berbagai peralatan keamananpun stelah tersebar di seluruh penjuru rumah tersebut. Bahkan seekor semut pun tak akan bisa lolos dari pengawasan keamanan yang sedemikian ketat.
Tiba-tiba jam raksasa di tengah ruang tamu Ross Blanc berbunyi nyaring, menandakan tepat pukul 11. Namun ada yang aneh. Dentingannya terdengar banyak sekali. Bahkan sudah lebih dari waktu yang ditunjukkan. Kyle pun mendekati jam itu dan membuka kaca yang melapisisnya. Sesuatu yang tak biasa, ditangkap oleh mata coklat terangnya. Lagi-lagi sebuah kertas coklat tua yang usang. Tanpa ragu ia mengambil kertas itu, membuka lipatannya dan membaca apa yang tertulis disana.
Terima kasih karena telah mengijinkanku untuk mengambilnya. Akan kujaga The Heart of Love ini baik-baik. Sampai jumpa lain waktu, Detektif  ‘K’.
Matanya membulat dan rahangnya mengeras saat membaca tulisan tersebut. Tanpa membuang waktu, ia segera berlari mendatangi Nyonya Blanc yang tengah asik menimati capochino di dalam cangkirnya yang terlihat mahal dengan beberapa anggota kepolisian yang lain.
“diaman anda menyimpan permata itu ?” Kyle bertanya dengan sopan, namun terasa sekali nada kekhawatiran didalamnya.
Ross Blanc tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi kalau saja Kyle tak menunjukkan kertas yang didapatnya dari dalam kaca jam raksasa itu. Ia segera menuntun Kyle ketempat dimana ia menyembunyikan permatanya yang asli. Dan begitu kotak tersebut terbuka, yang ada hanyalah gabus empuk yang menjadi bantalan permata tersebut. Semua orang diruangan itu terkejut, terlebih nyonya Blanc yang hampir pingsan.
Tiba-tiba lewat pantulan kaca dihadapannya, ia melihat bayangan seorang wanita menaiki tangga belakang yang menuju atap. Tanpa menghiraukan sekelilingnya, Kyle berlari menuju atap, tempat yang diduganya menjadi tujuan akhir dari bayangan wanita itu.
*****
Wanita itu tersenyum senang dan tertawa melihat apa yang diincarnya selama ini telah berada di tangannya. Sebelum ada yang melihat dirinya ditempat ini, ia harus segara menyelesaikan semuanya dan kembali pada kehidupan awalnya. Tujuannya selama ini hanya satu. Menemukan permata itu dan mengetahui siapa yang ditakdirkan untuknya.
Ia mulai mengarahkan permata yang ada ditangannya itu kearah cahaya bulan yang memerah seperti tembaga. Matanya sedikit menyipit saat pantulan cahaya itu berubah menjadi begitu terang dan menyilaukan matanya. Iapun menelusuri segaris cahaya yang terpantul itu dan jatuh pada sosok seorang pria yang kini berada tepat 3 meter dibelakangnya. Pria dengan mantel coklat dan topi rajutannya yang berwarna abu-abu. Pria itupun nampak melindungi matanya, menepis cahaya tersebut dengan lengannya. Seolah tersadar bahwa ada orang lain selain dirinya ditempat itu, wanita itu menurunkan tangannya, menyimpan permatanya, hingga membuat cahaya menyilaukan itu tak lagi terlihat.
Ia baru saja akan melarikan diri saat tiba-tiba terdengar sura tembakan diudara. Seketika iapun berbalik dan melihat pria itu tengah menatapnya waspada dengan sebua pistol menunjuk padanya.
“berhenti ditempatmu. Jangan bergerak atau aku akan menembakmu” pria yang ternyata adalah Kyle itu berkata sembari terus berjalan perlahan kearah wanita yang diketahui olehnya bernama Spica itu.
Spica mengalah, ia merasa terjebak dan akhirnya mengangkat kedua tangannya pasrah namun tetap terlihat waspada.
“kembalikan permata itu padaku” kyle kembali berucap.
Sebelumnya terdengar begitu jelas hembusan nafas panjang dari wanita itu dan detik berikutnya, ia telah melemparkan permata yang dimaksud kearah Kyle. Dengan tangkas, Kyle menangkapnya hingga tak menimbulkan sedikitpun goresan pada permata itu.
Dengan cepat Kyle maju dan segera mengunci tubuh wanita itu. Tak membiarkannya meloloskan diri.
“kau tahu kenapa aku mencuri permata dan mengirimkanmu surat-surat itu ?” Tiba-tiba wanita itu bersuara. Kyle terkejut mendengarnya. “karena aku hanya ingin bermain-main denganmu. Yah.. Mungkin kau berpikir kalau aku menantangmu dan memang aku berniat untuk menantangmu. Kau detektif terkenal di negeri ini, tapi apa kau bisa menangkapku ? Aku hanya ingin membuktikannya. Dan ternyata kau memang bisa. Oke, aku mengakuinya sekarang. Tapi lebih dari itu, aku juga ingin tahu siapa takdirku lewat rumor yang beredar tentang sebuah permata yang bisa melihat takdir siapapun rang yang menyentuhnya di bawah cahaya gerhana bulan. Tapi aku jadi terlihat bodoh karena mempercayai hal itu.”
Kyle tidak berkata apapun. Ia hanya terdiam sembari tangannya terus mengunci pergelangan tangan wanita itu. Entah mengapa ia merasa kalau pencuri ini memiliki daya tarik tersendiri. Hingga tanpa sadar ia terlarut dalam pikiran dan kalimat yang terus terlontar dari bibir wanita itu. Dan tiba-tiba saja saat kesadarannya kembali, wanita itu telah melepaskan diri. Tersenyum dengan begitu manis padanya seolah mengatakan ‘bagaimanapun aku tetap satu tingkat diatasmu’ dengan sombongnya.
“selamat tinggal Detektif ‘K’ sampai jumpa lagi” bersamaan dengan itu, terdengar ledakan kecil ditempat wnaita itu berdiri. Mengeluarkan gas yang menutupi pandangannya. Begitu gas itu menghilang, lagi-lagi ia mendapatkan sebuah surat.
Jangan khawatir, besok aku akan mengembalikan semua yang telah aku curi. Aku akan pensiun. Aku lelah bermain kucing-kucingan denganmu. Sampai nanti Detektif ‘K’
*****
Beberapa bulan berlalu sejak kejadian itu. Sesuai apa yang dituliskan Spica dalam pesannya yang terakhir, keesokan harinya semua permata yang telah ia curi dikembalikan ditempatnya semula tanpa ada seorangpun yang tahu, seolah semua kejadian pencurian permata selama ini hanya sekedar halusinasi para pemiliknya.
Kyle Albrechtberger, priaitu kini tengah menikmati secangkir mocachino kesukaannya di sebuah café yang cukup ramai di tengah kota London. Iapun melirik jam tangannya, lalu menyesap mocachino-nya yang terakhir dan segera merapikan mantel hitamnya. Ia seperti sangat terburu-buru hingga tapa sengaja menyenggol bahu seorang waita yang memakai mantel coklat muda selutut, sepatu boot hitam, topi yang menghalangi wajahnya.
“ah.. Maaf, Nona. Aku sedang terburu-buru dan tidak sengaja”
Waita itu tersenyum. “tidak masalah Detektif K” lalu berjalan meninggalkan Kyle yang terdiam ditempatnya saat mendengar suara wanita itu. Suara yang sama dengan suara milik Spica. Terlibih panggilan ‘Detektif K’ yang hanya digunakna oleh spica saat menyebutnya.
-The End-

Senin, 30 April 2012

Hyorin(효린)(Sistar) - I Choose To Love You (널 사랑하겠어) lyric

Kali ini gue mau ngshare lagu yang sering gue denger akhir-akhir ini. awalnya gara-gara admin di salah satu fanpage favorite gue ngshare lirik lagu ini. terus gue ngerasa kalau liriknya aja bagus, gimana lagunya. akhirnya gue coba nyari di youtube dan dapet, deh. ga' lama gue dengerin tuh lagu, terus seketika itu juga gue jatuh cinta sama lagunya. lagu ini mungkin udah banyakdi remake sama penyanyi lainnya. tapi tahun 2012 ini, giliran mbak Hyorin Sistar yang nyanyiin. katanya sih buat jadi salah satu soundtracknya drama korea gitu. tapi maaf, gue lupa apa judulnya. so, dr pada gue banyak ngemeng di sini, mending kalian liat sendiri aja, deh yakan... :)





Dan ini liriknya :)

Hangul

내 뜨거운 입술이 너의 부드러운 입술에 닿길 원해
내 사랑이 너의 가슴에 전해지도록


아직도 나의 마음을 모르고 있었다면은
이 세상 그 누구보다 널 사랑하겠어


* 널 사랑하겠어 언제까지나 널 사랑하겠어
지금 이 순간처럼 이 세상 그 누구보다
널 사랑하겠어


어려운 얘기로 너의 호기심을 자극할 수도 있어
그 흔한 유희로 이 밤을 보낼 수도 있어


하지만 나의 마음을 이제는 알아줬으면 해
이 세상 그 누구보다 널 사랑하겠어


*


널 사랑하겠어


*
*
*





Romanization


nae tteugeoun ipsuri neoui budeureoun ipsure dakil wonhae
nae sarangi neoui gaseume jeonhaejidorok

ajikdo naui maeumeul moreugo isseottamyeoneun
i sesang geu nuguboda neol saranghagesseo

* neol saranghagesseo eonjekkajina neol saranghagesseo
jigeum i sungancheoreom i sesang geu nuguboda
neol saranghagesseo


eoryeoun yaegiro neoui hogisimeul jadeukal sudo isseo
geu heunhan yuhuiro i bameul bonael sudo isseo
hajiman naui maeumeul ijeneun arajwosseumyeon hae
i sesang geu nuguboda neol saranghagesseo

*

neol saranghagesseo

*
*
*


Translation

My hot lips want to touch your soft lips
So that my love will be delivered to your heart

If you still haven't known how I felt
I will love you more than anyone in this world

* I will love you until always, I will love you
Like this moment right now, more than anyone in this world
I will love you

I can arouse your curiosity by saying difficult words
I can spend this night with that common game

But I want you to know my heart now
I will love you more than anyone in this world



I will love you
*
*
*

cr : 




Senin, 16 April 2012

Cerpen : The Library

sebenarnya ini salah satu dari 3 cerpen yang gue kirim untuk ikut lomba iseng-iseng dalam rangka meramaikan blog yang lagi ulang tahu. jadi maaf sekali kalau cerita ini berkesan membosankan atau tidak pantas di baca. hanya sekedar menuangkan khayalan dan imajinasi saya yang telah meluber keluar.

oke, deh... selamat baca readers :)
....................................................................................................................................................................
Perpustakaan itu terlihat begitu megah dengan arsitektur bergaya eropa yang begitu berseni. Namun siapa yang menyangka bahwa usia tempat itu sudah lebih dari ribuan tahun. Sebuah kastil tua yang dibiarkan alami dan tetap diperbaharui agar tidak melenyapkan keaslian tempat ini.
Aleyna  Lorraine berjalan menyusuri lorong-lorong diantara rak-rak buku raksasa yang menjulang hingga menyentuh plafon tinggi ruangan perpustakaan itu. Aroma dari buku-buku tua mulai menjamah indera penciumannya. Rasanya ia baru saja kembali pada abad ke 15. Sesekali ia berdecak kagum melihat interior ruangan yang begitu membangkitkan suasana.
Gadis itu begitu menyukai kesan yang disuguhkan pada setiap sudut perpustakaan, serta cahaya-cahaya redup yang menenangkan, tak lupa aroma buku-buku tua di sepanjang lorong-lorong kecil yang diapit oleh 2 buah rak buku raksasa. Karena itulah ia memutuskan untuk menghabiskan waktu liburnya selama 1 bulan ini dengan menjadi seorang penjaga perpustakaan. Tentunya dapat membaca buku yang ia inginkan sesuka hati merupakan alasan utamanya.
Aleyna baru saja mengembalikan beberapa buku tebal yang baru saja dikembalikan oleh anggota perpustakaan beberapa menit yang lalu saat tanpa sengaja, lewat celah-celah rak buku yang menjulang tinggi itu, matanya bertatapan dengan mata coklat terang milik seseorang diseberang sana. Darahnya berdesir saat kedua mata coklat itu seolah menatap dalam-dalam penuh arti pada mata hitamnya. Iapun berbelok melewati rak tersebut, guna melihat siapa orang dibalik sana, pemilik mata yang membuatnya tersihir rasa penasaran. Namun nihil, tak ada seorangpun disana.
****
Malampun tiba, sudah waktunya untuk perpustakaan itu tutup. Pegawai perpustakaanpun sudah banyak yang pulang, hampir semuanya, kecuali Aleyna. Gadis berkulit coklat terang dengan bola mata hitam pekatnya, masih terdiam di balik mejanya ditemani sebuah buku tebal yang sejak beberapa jam lalu tanpa sengaja mengundang perhatiannya.
“kau tidak pulang, aleyna ?” Seorang temannya menyapa
Aleynapun mengalihkan perhatiannya dari buku tersebut, menatap temannya dan tersenyum. “tidak, mungkin sebentar lagi. Kau ingin pulang ?”
Wanita berambut sebahu itu mengangguk “seperti yang kau lihat, manis” lalu wanita itu sibuk merogoh tas tangannya, mencari-cari sesuatu. Ekspresi wajahnya berubah lega saat menemukan apa  yang sudah dicarinya. “ini, kau yang bawa” iapun memberikan Aleyna sebuah kunci yang diberi sebuah gantungan berbentuk replika kecil gedung perpustakaan itu. “kau pasti belum punya kuncinya, kan ? Kau pegawai baru ditempat ini, jadi kupinjamkan padamu, manis”
Aleyna kembali tersenyum, menampilkan tulang pipinya, membuat wajahnya yang manis terlihat begitu mempesona. “terimakasih, nona raine. Kau baik sekali padaku. Sepertinya suatu hari aku harus mentraktirmu Currywurst yang terkenal di ujung jalan sana”
“jangan berlebihan, young lady” ujarnya “tapi sepertinya tawaranmu boleh juga”
Percakapan mereka berakhir saat sebuah skuter berwarna hitam berhenti di depan pintu perpustakaan itu.
Perpustakaan itu kini benar-benar sepi. Mungkin hanya gadis itu saja yang berada disana. Ia masih tetap berkonsentrasi membaca buku bacaannya. Buku dengan tulisan tangan yang rapi. Tapi sayang, tintanya telah memudar dimakan usia, begitupun kertasnya yang telah menguning.
Jerman, Agustus 1566
Tanpa sengaja aku menabraknya hingga kakinya terluka. Ia memang tidak menuntut apapun padaku, tapi aku merasa kasihan padanya. Akhirnya kubawa ia ketempatku. Mereka yang melihatku membawanya, terlihat heran. Aku tahu dari sinar mata mereka yang menatapku dengan anehnya. Tapi aku tahu, mereka pasti tidak akan membantah apa yang aku perintahkan. Itu terbukti saat aku menyuruh salah satu dari mereka mengambilkan sebuah perlengkapan medis.
Sebuah diari dari seseorang tak dikenal. Tanpa nama pengarang, penulis atau apapun yang bisa menjelaskan asal-usul buku ini. Sesekali Aleyna mengernyitkan dahinya dan menajamkan penglihatannya saat ia menjumpai tulisan-tulisan yang telah memudar.
Halaman demi halamanpun berlalu, gadis itu nampak tidak bosan-bosan membaca setiap kata-kata yang tersaji di buku tua itu.
 Jerman, September 1566
Tak terasa satu bulan telah berlalu sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Kakinya yang terluka saat itu, telah sembuh 1 minggu setelah aku mengobatinya dirumahku. Dan selama seminggu itu aku menyuruhnya untuk tinggal dirumahku. Awalnya ia memang pendiam. Ia tidak akan bersuara jika tidak ditanya. Tapi kini berbeda. Ia memiliki kepribadian yang hangat. Satu kata darinya mampu membuatku tersenyum. Ia bahkan bisa menghancurkan bongkahan es yang menghalangi pandanganku tentang betapa membosankannya dunia yang kutempati ini. Ia juga mengajarkanku arti sebuah kehidupan.
Aleyna menghentikan aktivitasnya sejenak, hanya untuk memijat pelupuk matanya yang mulai terasa lelah dan menyesap kopinya yang mulai mendingin. Tiba-tiba sebuah suara nyanyian yang begitu merdu menjamah telinganya. Seolah terhipnotis oleh nyanyian itu, ia beranjak dari tempat duduknya, menyusuri setiap lorong diantara rak-rak buku hingga akhirnya suara nyanyian itu semakin terdengar jelas. Nyanyian yang terdengar indah, serta terasa begitu memilukan. Terasa kental sekali rasa sedih dan kekecewaan yang disampaikan.
Di ujung sana, menghadap kearah jendela besar yang memantulkann terangnya cahaya bulan, seorang pria berambut pirang terduduk sembari tangannya memegang beberapa lembar kertas. Ia bernyanyi dengan indahnya. Namun nyanyian itu terhenti saat ia menyadari kehadiran Aleyna yang tengah memperhatikannya. Pria itupun berdiri, menatap kearah Aleyna sesat, kemudian berjalan menjauh.
Aleyna mengenal tatapan itu, mata dan cara pandang yang sama dengan yang menatapnya siang tadi. Tapi mengapa pria itu selalu menjauh saat Aleyna mendekatinya ? Dengan diliputi rasa penasaran yang besar, Aleyna berlari mengejar pria itu. Ia melihat pria itu berjalan dengan santai. Tapi ia harus berlari agar bisa mengejar pria itu.
“kau yang disana !!!” Akhirnya gadis itu berteriak. Kakinya terasa mati rasa karena berlari mengejar pria itu. “bisa kau berhenti berjalan ?”
Sukses. Pria itu menghentikanlangkah kakinya, Aleyna mulai mendekati pria itu. Berhadapan dengannya. Dengan nafas masih tersengal-sengal, ia bertanya “apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini ? Perpustakaan sudah tutup”
Pria itu kembali menatap Aleyna, pandangannya seolah menyiratkan kerinduan yang begitu besar. Namun pria itu hanya tersenyum, membuat wajah tampannya yang terpantulkan cahaya bulan dari luar sana semakin terlihat begitu mengagumkan. “akhirnya kau kembali” ujarnya pelan, namun terdengar tegas dan jelas.
Aleyna mematung ditempatnya, perasaan hangat itu menjalar disekujur tubuhnya, darahnya kembali berdesir mendengar suara pria itu. Seperti ada sesuatu dalam dirinya yang juga ikut menghilang saat ia melihat pria itu kembali berjalan, semakin lama semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang entah kemana. Sosoknya seolah menghilang dibalik kegelapan malam yang sunyi.
****
Malampun telah berganti. 3 minggu sudah Aleyna menjalani hari-hari liburnya dengan menjadi seorang pegawai perpustakaan di gedung tua itu. Hampir setiap malam ia pasti bertemu dengan pria itu. Pria yang membuatnya jatuh kedalam rasa penasaran yang besar.
Setiap malam, saat semua pegawai perpustakaan telah pulang, ia pasti akan mendengar suara merdu itu bernyanyi. Menyanyikan sebuah lagu yang begitu kental rasa kesedihan dan kekecewaan. Saat ia mulai mencari asal suara itu, ia pasti menemukan sosok pria itu terduduk di bawah jendela terbesar di sudut ruangan perpustakaan, sembari tangannya menggenggam beberapa lembar kertas. Tapi begitu gadis itu mendekatinya, pria itu justru menjauh, dan hanya berkata “aku senang kau kembali, Alegra”
Mendengar nama ‘Alegra’ disebut, rasa penasaran dalam dirinya semakin memuncak. Siapa Alegra ? Siapa pria itu ? Kenapa pria itu menyebutnya Alegra ? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Dan malam ini telah tiba. Seperti biasa, Aleyna membaca buku yang dipinjamnya. Buku diary milik seseorang dengan tulisan tangan yang sangat rapi.
Jerman, Juli 1567
Sudah dua minggu ini aku tidak bertemu dengannya. Di kampus, di tempat kerja part time-nya, di apartemennya, bahkan di rumah keluarganya di daerah Aachen. Setiap teman-teman serta kerabatnya yang kukira mengenalnyapun telah kutanyai, tapi tak satupun dari mereka yang tahu dimana keberadaannya. Jangan dikira aku hanya mencari dengan diriku sendiri, beberapa pelayanku telah mencarinya. Dan beberapa dari mereka telah menyebarkan berbagai selembaran. Tapi, tak juga satupun yang membuahkan hasil. Mana mungkin sosoknya yang begitu kontras dengan….
Tak ada secangkir kopi hangat yang menemani Aleyna malam itu. Matanya sudah tak sanggup lagi membaca kelanjutan tulisan tersebut yang telah memudar. Tanpa disadainya, ia pun tertidur diatas meja jaganya .
Aleyna masih tertidur, saat seorang pria yang akhir-akhir ini mengusik perhatiannya, kini mendatanginya. Ia melepas blazer hitamnya dan ia gunakan untuk menyelimuti Aleyna yang tengah tertidur. Tangannya bergerak menyentuh kepala Aleyna, mengelus rambut coklat tua gadis itu, kemudian tersenyum samar lalu berbalik, berniat untuk pergi dan meninggalkan gadis itu sendirian. Tapi sayang, langkahnya kalah cepat oleh gerakan tangan Aleyna yang tiba-tiba saja memegang pergelangan tangan pria itu. Menahannya untuk tetep berada disana. Aleynapun terbangun.
“siapa kau ?” Tanya Aleyna tegas.
Tanpa menunggu persetujuan Aleyna, pria itu membawanya kedepan sebuah jendela paling besar di sudut perpustakaan itu. Aleyna menatapnya bingung penuh tanda tanya, tapi ia mengurungkan pertanyaannya itu.
 “siapa kau ? Kenapa kau selalu ada disini setiap malam ?” Aleyna bertanya.
Pria itu berjalan mendekati jendela tersebut. Sosoknya terlihat semakin tampan dan sempurna disinari pantulan cahaya bulan. Kalau boleh jujur, itulah alasan keduanya yang membuat ia begitu penasaran dengan pria dihadapannya ini. Terdengar jelas hembusan nafasnya sebelum ia mulai menjawab pertanyaan Aleyna.
“aku Alex Schwansteiger” ia menghela nafasnya untuk kedua kalinya malam ini. “dan soal kenapa aku selalu ditempat ini malam hari, hanya karena aku tidak bisa menampakkan diriku di hadapan orang banyak. Lagi pula, sinar matahari tidak bersahabat baik denganku”
Aleyna mengangguk mengerti. Ia baru saja akan menanyakan hal lainnya yang mengganjal di pikirannya, tapi alex sudah berada di hadapannya. Ia menatap lekat-lekat mata hitam milik Aleyna, lalu tersenyum. “kau juga pasti bertanya-tanya mengapa aku memanggilmu Alegra. Ya, kau Alegra. Seseorang yang begitu berarti untukku. Dan kini aku bersukur, kau telah kembali Alegra. Ah.. Maaf. Maksudku Aleyna” ia menyentuh wajah Aleyna. Pipinya, hidungnya, bibirnya, kelopak matanya. “aku tahu kau pasti bingung. Tapi semua yang ada pada dirimu, begitu sama dengan Alegra. Bahkan suara dan senyummu. Tatapanmu pun sama. Aku tahu, dia memang telah pergi. Dan memilihmu sebagai dirinya yang baru”  Alex menjauhkan dirinya dari sisi Aleyna, ia memutar badannya melihat cahaya bulan yang semakin meredup, tergantikan oleh timbulnya sinar sang mentari. “waktuku telah habis, Aleyna. Perjanjianku sudah berakhir. Aku telah menemukan sosok Alegra dalam dirimu dan aku senang. Sekarang giliranku untuk memulai kehidupan yang baru. Aku tahu pasti banyak yang ingin kau tanyakan, tapi kau sudah mempunyai buku itu. Selamat tinggal Aleyna”
Terlihat jelas sekali butiran bening di pipi Alex. Ia mengenggam tangan Aleyna. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. Sinar keemasan sang mentari dibelakang pria itu mulai nampak. Perlahan tubuh Alex memudar, seiring dengan naiknya sang mentari pagi. Dan beberapa saat kemudian, sosok itu menghilang. Meninggalkan lembaran kertas lusuh yang digenggamnya.
****
Aleyna terbangun. Napasnya memburu. Keringat mulai membasahi pakaian yang ia kenakan. Matanya menatap sekeliling dengan gelisah. Tak ada siapapun disana kecuali dirinya. Ia tersadar saat mendapati dirinya diselimuti oleh sebuah blazer hitam yang bukan miliknya. Tangannyapun menggenggam beberapa lembar kertas kuning yang terlihat lusuh. Sementara di sisi kanannya, sebuah buku bersampul hitam tanpa nama pengarang yang mencuri perhatiannya waktu itu, terpajang dengan penuh misteri.
Mimpi. Ia tahu ia bermimpi. Namun apa itu memang benar hanya sebuah mimpi ? Mimpi itu terasa begitu nyata. Bahkan ia masih bisa merasakan sentuhan jari pria bernama Alex itu di wajahnya. Dan juga hangat tangannya yang menggenggam kedua tangan Aleyna saat pria itu perlahan menghilang. Lalu kertas-kertas yang ada padanya saat ini ? Blazer hitam itu ?
Pertanyaannya tak ia hiraukan saat teringat akan sesuatu dalam buku tersebut. Ia pun membolak-balik halaman buku itu, hingga buku itu menampilkan sebuah halaman dengan beberapa tulisan atau lebih tepatnya lirik. Aleyna mengambil lembaran kertas yang tadi digenggamnya. Menyamakan tulisannya dengan tulisan yang tersaji di dalam buku tersebut. Sama persis. Serta sama persis dengan lirik lagu yang selalu dinyanyikan oleh Alex setiap malam.
Aleynapun menutup kembali buku tersebut, dan tanpa sengaja sebuah kertas terjatuh dari dalamnya. Ia menunduk mengambil kertas tersebut. Iapun membaliknya, foto seorang wanita yang tengah tersenyum penuh kebahagian tersuguhkan dihadapannya dilatar belakangi oleh gedung perpustakaan tersebut. Wanita itu begitu mirip dengannya, dengan rambut keriting gantung berwarna coklat tua, mata hitam pekat, serta tulang pipinya. Foto itu layaknya cermin. Tepat dibagian bawah foto tersebut tertulis sebuah kalimat.
Alegra Marin. Jerman, 25 September 1566. By Alex Schwansteiger
The End

Selasa, 07 Februari 2012

Still All About Kakak

alooohaaaaa !!!! *nari hawaii* di postingan ke-3 gue selama bulan ini berlangsung, gue mau ngepost tentang seseorang yang gue sebut "kakak". siapa dia, kepribadiannya, dan apapun yang gue tahu tentang dia. bagi gue, kakak itu bukan cuma sekedar orang yang gue suka, tapi dia motivator dan inspirator gue. karena dia, gue bisa jadi orang yang jauh lebih baik dan punya banyak ide.

sebenarnya, karakteristik kakak ini udah sempet gue share di status akun facebook gue. tapi itu cuma penggambaran secara singkat. jadi, gue share ulang dengan sedikit perubahan di sini.

mungkin beberapa dari kalian banyak yang bosen atau bad mood setiap kali baca postingan gue yang rata-rata, akhir2 ini berhubungan dengan kakak, kakak, dan kakak. juga temen2 gue yang selalu jadi korban curcol gue ttg kakak. sorry, guys... tapi mau gimana lagi. kakak itu emang berarti bange buat gue. apalagi waktu gue sm2 dia tinggal sebentar lagi. sorry kalo topik gue cuma itu2 aja dan selalu berhubungan dengan kakak.

dimulai dari penggambaran sosok kakak buat gue. menurut gue, kakak itu kaya' fisika. kadang jelas, kadang ga jelas. susah ditebak kalo ga' ada rumusnya. kalo udah bisa ngerjain, pasti langsung seneng dan ketagihan. tapi kalo ga' bisa negrjain alias ga' ngerti, yang ada bikin kecewa dan dongkol. udah gitu dideketinnya susah banget. sama kaya' ulangan fisika yang susahnya nauzubillah =,=

kakak itu lahir dari keluarga dokter. orang tuanya pemilik salah satu rumah sakit di salah satu kota di kalimantan timur. dari SMP, dia ga' tinggal sama orang tuanya. setahu gue, kakak ngkos di deket SMP-nya yang juga SMP gue. ini yang gue ga' habis pikir. dari SMP dia udah ngkos. anak baru lulus SD yang biasanya amsih diantar jemput orang tuanya, dibawain bekal, dll, ini udah hidup sendiri. gue aja yang SMA dan jarang dirumah gr2 jadwal les dan sekolah yang melebihi padatnya penduduk china ini aja masih ragu-ragu untuk ngkos sendiri.

meskipun dia terlahir dari keluarga kaya dan berada, tapi dia ga' pernah sombong dan ga' pernah manfaatin uang orang tuanya untuk kebutuhan yang ga' penting-penting amat. menurutnya, yang kaya itu orang tuanya, bukan dia. jadi ga' perlu sombong buat pamer kekayaan orang lain. pergi sekolah atau les cuma make motor jadul, helm hadiah tanpa merk, tas hadiah dari laptop, dan penampilan yang biasa-biasa aja. dia juga pernah nulis di akun facebooknya, kalo dia mau ngasih orang tuanya rumah, mobil, dan segalanya yang bisa dia berikan dari hasil kerja keras dan keringetnya sendiri. padahal, kalo dia mau, dia bisa beli itu semua, bahkan tanpa harus kerja keras. ini yang bikin gue salut sama dia.

kakak itu pinter, tapi kalau udah dikasih matematika sama fisika, jangan harap, deh.... kalo biologi ?? tutup aja bukunya. pasti bakalan bisa jawab. ga' penting nanya dia biologi kalo mau bikin dia susah. yah.. waulupun dia bukan tipe orang yang bisa menjelaskan dengan baik, tapi sebenarnya dia bisa, dia mengerti, dan dia tahu. kaya' cerita temen gue yang jadi anak buahnya kakak di ekskul olimpiade biologi. dia bilang, dia pernah ga' ngerti waktu dijelasin sama kakak walaupun udah berulang-ulang kali. untungnya ada temennya kakak yang bisa ngjelasin dgn baik dan benar.

impian kakak itu bisa sekolah di fakultas kedokteran Jerman. sukurlah semua itu bisa dia dapetin dnegan mudah. walupun lewat jalur mandiri, tapikan yang penting usaha. nilainya juga udah masuk di universitas sana. jujur, ya.. gue sedikit ga' rela kakak harus nglanjutin kuliah jauh-jauh. kenapa ga' di Indo aja ? disini juga banyak universitas bagus, kan. tapi, rela ga' rela, gue harus rela sama itu semua. ini keinginan kakak. impian kakak, dan ini untuk masa depan kakak. mana boleh gue egois sendiri..

apa yang kalian lakukan kalau lagi galau ? dengerin lagu galau ? merenung ? uring2an ? jangan harap ngeliat kakak kaya' gitu kalo dia lagi galau. hal pertama yang bakalan dia lakukan adalah ke masjid atau mushollah, terus sholat. gue pernah liat dia galauin ulangan fisika -yang sepertinya ga' berjalan cukup baik- di tangga ke lantai dua sekolah gue. sambil nyenderin kepalanya ditembok samping, dia ngbolak-balik halaman kertas ulangan itu, terus ngacak2 rambutnya kaya' orang frustasi. ga' lama dia lipaat lagi kertas ulangannya itu dan pergi ke masjid di sekolah gue. karena wkatu itu belum adzan dzuhur, mungkin dia sholat duha'.

buat kalian yang penasaran gimana sosok kakak yang begitu gue kagumi ini, jangan khawatir, karena gue bakalan menggabarkan gimana sosoknya.

karena ini relative, bagi gue, kakak itu cakep, loh... tapi dia ga' pernah so' kecakepan. hidungnya mancung berbentuk segitiga siku2, pipinya tirus dengan tulang pipi yang ga' terlalu menonjol, dagunya panjang sesuai sm proporsi mukanya. rambutnya mirip kaya' rambut naruto, terus ganti style jd korean hairstyle, balik lagi ke naruto, dan terakhir mirip harajuku style tapi ga' brutal. mungkin penggambaran gue ini berlebihan, tapi apa mau dikata, inilah kenyataannya.

kakak juga ga' sombong. dia baik sama semua orang. karena itu, banyak yang suka menyalahartikan kebaikan dia. aku juga takut kalo baiknya kakak sm gue cuma sekedar baiknya seorang kakak sm adenya. tapi, kalau gue berharap lebih, itu bukan masalah, kan..

kakak itu ga' cerewet dan ga' berisik kaya' yang lainnya. kalo temen2nya lagi bercandaan, dia cuma senyum. ga' pernah sampe ngakak. dia itu pendiam. ngomong cuma kalo ada yang perlu dia omongin. tapi bukan berarti kakak itu ga' mau bersosialisasi. baginya, diam itu emas. lebih baik diam kalo ga' tahu apa-apa. tapi waktu aku bercandaan sm temenku, kakak ketawa, loh.. bukan senyum. dan itu pertama kalinya aku ngliat kakak ketawa. bagusnya lagi, tawanya itu dia tunjukkan untukku. mungkin diantara kalian ada yang menganggap gue ke-GR-an, dsb. tapi gue ga' peduli. yang jelas waktu itu gue ngliat kakak lagi ngliatin gue. entah itu cuma halusinasi gue atau apapun itu. yang penting gue seneng :D

dibalik sikapnya yang pendiam itu, ternyata dia juga lucu dan sedikit koplak. terutama sama temen-temen yang udah deket sm dia. karena dia paling muda diantara tmn2nya, jadi temen2nya nganggap dia itu kaya' ade mereka.

huuuhhh.... belajar bareng kakak di sekolah tinggal 1,5 bulan lagi. di tempat les, pastinya kurang 1 minggu dr sekolah. 3 bulan kemudian, kakak bener2 udah ga' ada di sini untuk waktu yang bisa dibilang cukup lama. bukan bisa dibilang, tapi memang lama. 1 tahun gue yang tersisa di sekolah, apa mungkin akan sama seperti 2 tahun sebelumnya ? semangat berangkat sekolah dan les biar bisa ketemu kakak. selalu baris di paling depan kalo upacara biar bisa ngliat kakak. berusaha untuk bisa jadi yang terbaik dan dilihat sm kakak. setidaknya ada penyemangat, kan,,,

sudah gue bilang di postingan gue yang lalu-lalu dan juga diawal postingan ini kalo kakak itu adalah inspirator dan motivator buat gue. cerpen yang gue ikutin lomba kemaren juga terinspirasi dari kakak. perubahan gue bebrapa hari ini (kalo ada yang nyadar) juga dr kakak. semangat belajar gue yang tiba-tiba muncul juga karena kakak.walaupun aku ga' bisa nyusul di ke Jerman, paling ga' gue bisa nyeimbangin dia untuk jadi orang yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

gue tahu, dan gue takut untuk nerima kenyataan yang satu ini. gue yakin kalau begitu kakak pulang suatu saat nanti, dia pasti ga' akan ke kota ini lagi. dia pasti bakalan tinggal di kota yang sama dgn orang tuanya, bantuin orang tuanya ngurus rumah sakit dan kerja jadi dokter disana. terus gue ?? yah.. bisa jadi cuma sebagai pemeran pembantu dlm drama kehidupannya kakak.

kalo itu memang kenyataan yang ada di masa depan nanti, itu artinya semua cerita ini juga akan berakhir bahkan sebelum tahun ini selesai. tapi, aku masih terus berharap dan berdoa pada Tuhan, agar semua cerita ini ga' berakhir begitu saja seperti yang gue takutin.

ini pertama kalinya gue takut kehilangan seseorang. biasanya gue selalu cuek dan ga' peduli. kalau dia kembali dan ketemu gue lagi, itu artinya kita masih diberi kesempatan untuk bertemu, tapi kalau ga',,, ya mungkin belum saatnya. tapi kali ini, bahkan orangnya aja belum pergi, gue udah takut banget.

masih banyak banget cerita tentang kakak. dan itu ga' akan habis hanya dlm rangkaian kata2 seperti ini. gue juga ga' akan pernah bosen menceritakan segalanya ttg kakak yang gue tahu.


kalo aja gue bisa ngomong sama kakak, hal pertama yang bakalan gue bilang adalah terima kasih. terima kasih karena sudah jadi orang yang ngasih gue 2 hal berharga yang belum tentu bisa gue dapetin dr orang lain. motivasi dan inspirasi.

MAKASIH KAKAK :))

xoxo, spica :)

Sabtu, 04 Februari 2012

Sepenggal Cerita (cerpen lomba)

ini dia cerpen yang akhirnya aku kirim ke PWI Balikpapan. wkwkwkwkwk.. cerpen GJ yang amat sangat ga' jelas akhirnya ini, entah mengapa bisa mausk nominasi. sudahlah.. gue cuma bisa bersyukur pada Tuhan.

dan untuk temen-temen gue yang udah ngerengek terus sm gue minta di post ceritanya, ini dia.. udah, ya.. jangan nangis lagi... cup cup cup.. :D

sebenarnya ada cerita di balik ini semua. waktu buat cerpen ini, gue itu lg mood2an. soalnya msh banyak yg hrs gue kerjain. terus nyokap gue dan temen-temen gue ga' pernah berhenti nyupport gue buat bikin nih cerpen. akhirnya kelar n gue kirim, deh. terus gue mikir, kalo gue masuk nominasi, berarti, ini bukan rejeki gue, tapi rejekinya kakak. karena gue ngbayangin kakak waktu buat cerpen ini. yah.. itung2 sebagai hadiah yg tidak perlu disampaikan untuk kakak yang bentar lagi mau pergi ke Jerman buat nglanjutin studynya. sepertinya udah cukup gue pidato disini, HAPPY READING, READERS :))
     
#####

       Seorang gadis manis dengan potongan poni yang menyamping dan rambut panjangnya yang tergerai indah itu memasuki ruangan pribadinya, dimana semua rahasia tentang dirinya tersimpan. Ia meletakkan dengan kesal tas ransel miliknya di atas tempat tidur spring bed berukuran sedang yang begitu kontras di dalam kamarnya. Lagi dan lagi entah untuk kalinya yang keberapa, ia pulang dengan menekuk wajahnya yang masam.
        Teman, atau mantan sahabat semasa SMP-nya dulu, lagi-lagi berbuat ulah dan membuat seluruh sekolah menertawakannya. Entah apa yang membuat mereka menjadi seperti sekarang. Awalnya mereka bukanlah musuh yang saling menjaili dan saling menertawai. Tapi suata kejadian sepele di masa lalu, membuat hubungan keduanya bak di halang oleh tembok besar yang kokoh. Memisahkan dunia mereka.
        Dengan masih diselimuti rasa kesal, gadis itu berjalan menuju meja belajarnya, dimana ada sebuah benda elektronik masa kini yang mampu menghilangkan semua penat yang dirasa. Tapi kali ini tujuannya mendekati benda itu bukan untuk melepas semua beban dan penat yang meniban kepalanya. Tetapi mengerjakan sebuah “pekerjaan” yang mau tidak mau harus diterimanya menjadi tugas rumah.
       Devy Amalia. Gadis remaja berumur 16 tahun itu tengah memandangi layar putih dihadapannya sejak beberapa menit yang lalu. Jari-jarinya ia letakkan diatas papan keyboard tanpa bergerak sedikitpun. Sesekali ia mulai menggerakkan jari-jari lentiknya untuk mulai menari membuat serangkaian kata. Namun itu tak berlangsung lama sampai ia kembali menekan tombol “backspace” di papan keyboard itu dan kembali memandangi layar dihadapannya dengan tatapan kosong.
        Pagi tadi, guru bahasa Indonesia yang mengajar dikelasnya memberikan tugas rumah untuk membuat sebuah karangan cerita dengan tema “masa depan”. Mengarang bukanlah keahliannya. Ia bukan tipe orang yang suka mengkhayal dan mengarang sesuatu yang belum tentu akan terjadi di dalam kehidupan nyata. Apalagi berbicara tentang masa depan.
        Gadis itu masih terdiam mematung didepan layar elektronik yang menampilkan halaman fasilitas pengolah kata. Sementara layar itu seolah berdiam diri menantangnya untuk segera mengoperasikan halaman yang tersaji itu. Untuk kesekian kalinya jari-jarinya ia letakkan diatas papan keyboard, namun tak sekalipun ia menekannya. Pikirannya melayang jauh mencari sebuah kejadian yang dapat ia tuangkan di dalam kertas elektronik itu. Entah itu kejadia nyata yang dialaminya, atau sekedar hisapan jempol belaka.
        Namun usahanya itu sia-sia. Pikirannya terlalu kacau untuk memulai, mencari, dan membagi imajinasinya. Masa depan. 2 kata itu dengan sukses menjebol benteng pertahannya untuk tidak berfikir lebih keras dan lebih jauh lagi. Jauh dan sangat jauh sampai akhirnya, ia merasa matanya begitu berat untuk terus terbuka. Hal yang mudah di prediksi. Devy Amalia, telah melancong kesebuah dunia yang begitu tenang dan tentram baginya saat ini. Ia tertidur.
        Dentingan dari jam weker pemberian seorang sahabatnya saat usianya menginjak 16 Tahun membuat dirinya terkejut dan membuka mata lebar-lebar. Namun rasa kagetnya belum berakhir, sampai dilihatnya mata bulat seorang gadis kecil tepat menyambut waktu bangun tidurnya. Dengan sigap gadis manis itu terduduk dan untuk kesekian kalinya pagi ini, ia terhentak saat menyadari bahwa ia masih terduduk di atas sebuah kursi tepat di depan meja belajarnya.
“ kak devy, kenapa tidur disitu ? “ tanya gadis kecil itu padanya. Devy mengerjapkan matanya sesaat mencoba kembali bersatu dan beradaptasi dengan cahaya lampu yang tiba-tiba saja masuk kedalam matanya, membuatnya menyipit beberapa saat.
        Devy kembali memandangi sosok seorang gadis kecil di hadapannya dengan seksama. Mata bulat berwarna coklat tua itu begitu familiar. Namun wajah yang tak kalah manis darinya itu sedikit terasa asing. Sejak kapan dirumahnya ada gadis kecil seperti ini ? Dengan hati-hati ia menatap gadis kecil itu dan mulai memberanikan diri untuk bertanya. “ kau siapa? “
        Tatapan bingung tak percaya dari gadis kecil itu didapatkan oleh Devy. Tangannya yang halus menyentuh kening devy yang sedikit basah akibat berkeringat. “ kau tidak sakit, kan ? “ ia menghela nafas panjang saat melihat devy masih terus menatapnya dengan pandangan yang sama. “ oke, baiklah. Sepertinya kepalamu terbentur meja semalam. Aku Afika Shinta. Adik dari seorang gadis linglung berumur 28 tahun yang bernama Devy Amalia. “
         Sejenak Devy terdiam ditempatnya. Mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh gadis kecil bernama Afika tersebut. Butuh waktu beberapa saat untuknya agar bisa meresapi semua ucapan itu. Otaknya saat ini terlalu lambat untuk bekerja cepat menyikapi hal baru yang ditemukannya saat bangun dari tidurnya yang terbilang cukup singkat itu.” Apa katamu tadi ? 28 tahun ? “ Afika kembali mengangguk ragu.
         Devy-pun melebarkan matanya yang bulat dan langsung bergerak kearah cermin besar yang terletak di samping lemari pakaiannya. Ia memandang pantulan dirinya yang terlihat jauh berbeda dengan saat terakhir ia menatap bayangan dirinya di kaca yang sama. Sosok yang berbeda dari sebelumnya.
         Apa itu rambut panjang yang tertata dengan rapi. Bentuk badan yang bagus, serta wajah bersih yang terawat. Kemana semua bekas-bekas jerawat yang ada di pipinya dulu. Lalu rambut panjang tak bermodel, serta bentuk badan yang bisa dikatakan biasa-biasa saja. Sekali lagi Devy menatap ragu pantulan diri seseorang yang begitu mirip dengannya di cermin berukuran dua kali setengah meter itu. Mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa bayangan itu, memanglah bayangan dirinya saat ini.
         Devy melihat kearah Afika, adik kecilnya yang kini tengah sibuk memperhatikan keanehan yang terjadi pada Devy. Tanpa mempedulikannya, ia berlari keluar kamar dan menjelajahi setiap sudut ruangan dirumahnya yang entah sejak kapan memiliki interior serta desain yang berbeda. Serba hitam dan putih. Terkesan minimalis dan modern.  Seakan lupa dengan tujuan utamanya, ia berjalan mendekati sebuah interior dapur yang cukup asing baginya. Memang semuanya terasa asing, tapi yang satu ini, jauh lebih menarik perhatiannya.
         Sebenarnya Devy tahu persis benda, atau lebih tepatnya mesin apa yang berada disana. Sebuah mesin pencuci piring terdiam dengan anggunnya di sudut ruangan itu. Ia memang telah mengenal mesin tersebut, namun ia tidak menyangka kalau rumahnya juga akan menggunakan mesin pencuci piring itu.
         Perhatiannya buyar saat tiba-tiba suara seseorang memanggilnya. Suara gadis yang sama dengan gadis yang sejak tadi berada di dalam kamar pribadinya, Afika. “ kak Devy, apa ada yang aneh dengan mesin itu ? “ tanyanya. Dengan cepat Devy berlalu pergi dari tempatnya berdiri dan sibuk mencari-cari alasan agar tidak dicap aneh oleh adiknya. Kebetulan yang menguntungkan. Tepat diatas meja makan, sebuah koran tergeletak begitu saja. Iapun mengambilnya. “ aku hanya mencari koran “ jawabnya singkat.
         Tanpa membuang waktu, matanya mendelik mencari tanggal terbit koran tersebut. Hingga tepat pada di ujung kanan atasnya, ia melihat sebuah rangkaian angka dan kata yang berhasil membuat Devy menggelengkan kepala. “ 10 Maret 2023” pekiknya kaget saat melihat deretan angka dan huruf yang berjejer rapi ditempatnya.
         Cukup lama Devy Amalia terdiam sembari memperhatikan ruangan yang sangat familiar namun terasa asing itu. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu bergetar di kantong celana tiga per empatnya. “ halo” kata itulah yang meluncur pertama kali saat ia mendapatkan sebuah panggilan masuk.
“ maaf ini siapa ? “ raut wajahnya terlihat bingung dan heran. Iapun menjauhkan ponsl itu dari telinganya dan kembali menatap layar ponselnya. Tertulis “Icha” disana. Itu artinya, seseorang bernama “Icha” itu sedang menelponnya. Tapi siapa “icha” sebenarnya ? Seingatnya, ia tidak pernah memiliki kenalan atau teman bernama Icha. Oh, baiklah. Rupanya ia melupakan sesuatu. Dunianya kali ini sudah berbeda. Ia maju 11 Tahun lebih cepat.
 “ oh, oke “ Devy menekan tombol berwarna merah di ponselnya dan segera berlari menuju ruangan pribadinya. Memilih-milih pakaian yang cocok dan segera bersiap melihat kenyataan yang jauh lebih berbeda dari apa yang ia bayangkan. Saatnya melihat dunia luar.
         Sampai detik ini, ia masih belum menangkap keanehan. Jalanannya masih sama seperti dulu. Berwarna hitam aspal dan selalu bersih. Tak hanya itu, ia juga merasa semua masih sama seperti terakhir kali ia keluar dari perlindungan rumahnya. Tapi itu dulu, beberapa detik yang lalu saat sebuah mobil yang entah dari mana datangnya, bisa melayang di udara dan tidak mengeluarkan asap kotor sedikitpun, berhenti di pekarangan rumahnya.
         Pintu mobil itu terbuka, menampilkan sosok seorang pria yang terlihat sebaya dengannya, wajah tirus serta hidung yang mancung itu. Dia Aditya, sahabat baiknya semasa SMP dan berubah menjadi musuh terbesarnya saat SMA. Sesuai yang dikatakan seseorang bernama Icha yang mengaku sebagai temannya tadi, aditya kini ada didepan matanya.  Lalu apa yang akan pria itu lakukan sekarang, setelah 11 tahun berlalu.
         Perlahan namun pasti Aditya Pahlevi berjalan mendekatinya dan berhenti tepat dihadapannya. Pria itu sudah jauh lebih tinggi darinya ternyata. Mengingat terakhir kali ia bertemu pria itu, tinggi mereka hanya berbeda satu centimeter. Devy telah memasang tampang masam saat melihat siapa yang kini berdiri dihadapannya.
“ jangan memandangiku seperti itu “dengan senyuman khasnya, Aditya tersenyum pada Devy.
“ untuk apa kamu kemari ? “ suara Devy terdengar dingin dan datar. Nampaknya tingkah Devy yang seperti ini sudah biasa bagi aditya. Lihatlah caranya menyikapi nada dingin dan datar itu. Lagi-lagi senyumannya itu yang ia tunjukkan.
“ hanya untuk melaksanakan rencana kita yang kemarin “ jawabnya singkat.
         Apa ?? Kemarin ?? Devy memutar otaknya mencoba mengingat sesuatu yang mungkin saja bisa ia jadikan petunjuk untuk hidup barunya ini. Tapi nihil. Di dalam otaknya dengan kata kunci “kemarin”, ia hanya bisa mengingat dirinya yang baru pulang sekolah dengan kesal dan tertidur di meja belajarnya.
“ jangan katakan kalau kau lupa “ sepertinya pikiran gadisi tu dapat terbaca dengan jelas oleh seorang Aditya. Ya, orang bodoh sekalipun pasti akan langsung tahu jika melihat bagaimana tatapan kosong devy dan tingkah linglungnya saat itu. “ sepertinya kau memang butuh aku ingatkan lagi “ Devy tidak mencibir atau melawan. Ia bahkan mengangguk menerima usul Aditya.
“ beberapa hari yang lalu, di kafe dekat kantor tempatmu bekerja, kita sepakat untuk mengakhiri permusuhan selama 12 tahun ini dan mengembalikan semuanya dalam waktu 30 hari “ ucap Aditya menjelaskan. Devy hanya mendengarkan sembari kepalanya mengangguk-angguk pelan tanda mengerti.
“ lalu apa yang akan kita lakukan “ Devy menatap pria dihadapannya dengan tatapan polos seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa. Seketika itu juga Aditya Pahlevi kembali menunjukkan senyuman khasnya dan menarik tangan Devy untuk mengikutinya masuk kedalam mobil. Dan gadis itu, hanya bisa menurut.
         Pintu mobil mulai tertutup, Devy bisa merasakan tekanan pada tubuhnya. Mobil yang ia tumpangi kembali melayang. Ia sempat terkejut dan terhentak hingga tangannya memegang erat bantalan tangan di salah satu sisi tempat duduknya.
         Benarkah apa yang ia alami saat ini ? Menaiki sebuah mobil yang dulu hanya menjadi leluconnya saat membayangkan tentang masa depan ? Ya, mobil tanpa roda dengan kecepatan hampir tiga ratus kilometer per jam ini bukan lagi lelucon. Ini nyata dan ia sendiri yang membuktikannya.
         Sepanjang jalan yang dilewatinya, matanya terus menerawang kebalik jendela kaca hitam anti sinar Ultra Violet disampingnya ini. Gedung-gedung dengan desain modern pencakar langit dan beberapa apartemen mewah berdiri dengan kokohnya disepajang jalan itu. Ia ingat betul kawasan ini. Salah satu kawasan yang dulunya ditumbuhi banyak pepohonan.
         Lalu apa lagi itu ? Rel kereta api yang melayang ? Ia bertanya dalam hati. Dan ia langsung menemukan jawabannya begitu matanya menangkap sebuah benda bersi rasaksa berjalan layaknya kereta di atas rel melayang itu. Ia mengerti. Kota tempatnya dibesarkan, telah menggunakan sebuah angkutan umum yang biasa disebut dengan Mono Train.
         Tapi syukurlah, keasrian kota ini masih terjaga dengan seimbang. Beberapa hutan buatan menghiasi disetiap sisi kawasan tersebut. Membuat keseimbangan udara semakin terjaga. Ditambah penggunakan bahan bakar bebas polusi dan penekanan pemakaian bahan bakar fosil. Seandainya ini benar-benar keadaan kota tercintanya di masa depan, ia bias bernafas lega.
         Tak terasa, mobil itu telah berhenti dengan mulusnya di depan sebuah… tempat bermain ?? Devy melihat bergantian pria disampingnya serta gedung mewah di hadapannya dengan tatapan tak percaya. Untuk apa pria itu mengajaknya ke sebuah arena bermain yang notabene isinya adalah anak-anak balita dan bukan tempat yang cocok untuk mereka. Dan lagi, lokasi arena bermain ini dibangun, adalah lokasi yang setahunya dulu adalah hutan. Terletak di Km 17 Balikpapan Utara. Oke, mungkin ia harus sedikit berakting seolah tak ada apapun yang terjadi, atau semua orang akan menganggapnya tidak waras.
“untuk apa kamu membawaku ketempat ini ?” Devy bertanya
“untuk apa lagi kalau bukan melaksanakan program “berbaikan dalam 30 hari” kita. Hari pertama saat ini. Bermain sepuasnya di arena bermain” pria itu tersenyum penuh arti, kemudian membuka sabuk pengamanya. “cepatlah, aku tidak ingin membuang waktu disini” Devy hanya tardiam menuruti permintaan Aditya yang bias dibilang cukup kekanakan.
         Tak ada tiket kertas untuk masuk kedalam arena bermain ini. Para peugas yang berjaga hanya memberikan sebuah stampel di punggng tangan yang bergambar logo arena bermain ini. Alternatif yang cukup efisien untuk menekan pemakaian kertas dan penebangan secara besar-besaran.
         Hari sudah semakin larut saat kedua anak manusia itu merasa lelah. Langitpun sudah mulai gelap dan matahari nampak enggan menunjukkan dirinya. Hanya sisa-sisa sinar kemerahannya yang menghiasi sebagian ufuk di bumi ini.
         Aditya terlihat sibuk dengan sebuah benda elektronik yang mirip seperti I Pad. Bibirnya melengkung sesekali saat jari-jarinya menekan-nekan sesuatu di layar datar itu. Dan hal itu, dengan sukses berhasil mengundang perhatian dan rasa ingin tahu Devy.
Gadis itu melirik sekilas kearahnya. “apa yang sedang kau lakukan ?”
Merasa seseorang memperhatikannya, dengan cepat aditya menyingkirkan benda itu dan menutupnya. “bukan apa-apa. Tidak perlu tahu” ucapnya sembari melayangkan cengiran konyolnya. “sebaiknya kita pulang sekarang” Devypun hanya bisa kembali mengangguk menyetujui ucapan pria itu. Berhubung tubuhnya sudah lelah dan berteriak meminta untuk diistirahatkan.
         Pagi-pagi sekali, Devy sudah terbangun dari tidurnya. Ia berencana untuk melihat suasana masa depan kota Balikpapan-nya di pagi hari. Meskipun tidak terlalu pagi karena matahari sudah mulai menunjukkan sinar-sinar keemasannya dari balik garis fatamorgana di atas sana.
         Dengan penuh semangat, Devy Amalia, membuka pintu rumahnya, kemudian menghambur kepekarangannya yang tumbuhi rumpu-rumput hijau yang tertata dengan rapid an indah. Sesekali matanya terpejam menikmati segarnya hembusan angin pagi. Tidak berubah. Kotanya masih tetap asri seperti dulu. Hanya mungkin, beberapa transportasi dan juga gaya hidup yang berubah modern.
         Gadis itu tersenyum lebar, merasakan udara segar itu masuk kedalam paru-parunya. Memberikan kesegaran tersendiri baginya. Ia membuka mata, mencoba untuk kembali menatap sekitarnya. Tiba-tiba saja senyuman lebar itu menghilang saat kedua matanya mengkap sosok seorang pria yang dikenalnya berdiri tepat dihadapan dirinya dengan senyuman lebar yang menjadi ciri khasnya.
“ kau ??? Mau apa lagi kemari ?” Tatapan matanya menunjukkan suasana hatinya saat ini.
“melaksanakan hari kedua. Bagaimana kalau jalan-jalan pagi bersamaku ?” Tawar Aditya Pahlevi. Awalnya Devy meolak dan bahkan mencoba untuk menghindar. Namun, seolah tak mengenal lelah, adyta terus membujuknya hingga gadis itu menerima ajakannya “baiklah… “ akhirnya kata itu terucap juga. Senyumnya kembali mengembang saat mendengar gadis itu mengucapkannya.
         Dua hari sudah mereka menghabiskan hari-hari bersama. Tanpa diduga oleh Devy, rupanya ia mulai menikmati hari-hari yang ia lewati bersama sahabatnya yang sudah lama tak ia rasakan itu. Bahkan tanpa ragu ia mulai melepas tawa riangnya saat merasakan berbagai hal lucu dihadapannya.
         Aditya Pahlevi kembali menjemput sahabat lamanya itu di rumahnya. Disebuah kawasan pedalaman yang kini telah tersulap menjadi sebuah kawasan elit dengan banyak pabrik dan juga gudang-gudang besar penyimpan barang milik perusahan-perusahan besar di kota itu. Bahkan biasa dikenal dengan sebutan “kawasan industri”
         Hari ini, tepat hari ke lima belas mereka melaksanakan misi “berbaikan 30 hari” mereka. Dan hari ini, ia berencana mengajak sahabat lamanya itu untuk menonton sebuah film. Sebuah film terbaru dengan fasilitas dan juga kualitas yang bias dikatakan luar biasa.
         Mereka memasuki sebuah ruangan berukuran lima kali empat meter. Hanya tersedia sebuah layar putih dan 2 kursi kecil yang masing-masingnya berkapasitas satu orang. Sekilas kursi itu hanya terlihat sebagai kursi biasa, tetapi saat semuanya telah dimulai, kursi itu akan bergerak mengikuti arah kamera. Seolah membuat kita terhanyut dalam adegan yang ada di film tersebut. Tidak perlu kacamata hitam besar untuk menikmati semua sensasi yang disuguhkan. Begitu lampu dimatikan, kita akan berada seperti di dalam film yang kita tonton. Lengkap dnegan aroma serta suara dan suasana yang digambarkan.
         Waktu demi waktu berjalan dengan cepat. Setiap hari, Aditya selalu berkunjung kerumah Devy dan menjemput gadis itu. Ada saja acara yang dibuatnya. Mulai dari menonton konser ekslusif, piknik, dan lain sebagainya, sembari menikmati kemodernan kotanya kini.
         Tak ada kata “bosan” yang terucap dari mulut keduanya. Mereka begitu menikmati setiap detik yang mereka lewati bersama. Rasanya seperti mimpi mengingat mereka bisa tertawa dan bermain seperti saat semua masalah diantara keduanya belum menjadi tembok pemisah bagi mereka.
         Hari ke tiga puluh. Hari terakhir untuk misi mereka. Devy menari-nari senang di depan kaca riasnya, memutar-mutar tubuhnya yang terlihat manis dengan bautan rok hitam lebar selutut dan kemeja berwana pink. Ia yakin, mulai besok, ia dan seorang pria bernama Aditya, akan resmi menjadi sepasang sahabat seperti dimasa lalu.
         Kali ini aditya tidak datang menjemputnya. Pria itu menunggunya di sebuah taman tak jauh dari kompleks perumahannya. Dengan berjalan kaki, ia hanya membutuhkan wkatu 10 menit untuk tiba di sana.
         Taman itu telah nampak di hadapannya. Mobil milik Aditya-pun sudah terparkir dengan rapinya di sudut taman itu. Ia yakin pasti pemilik mobil itu sudha menunggunya disana. Benar saja, bibirnya melengkung saat melihat sosok seseorang yang dikenalnya sedang elambaikan tangannya. Pada siapa lagi kalau bukan padanya.
         Devy mulai melangkahkan kakinya menuju taman tersebut. Dan yang ia butuhkan saat ini hanyalah menyebrangi jalanan selebar 4 meter yang memisahkan tempatnya berdiri saat ini, dengan taman itu. Ia berjalan dengan tenang, sampai iapun tak menyadari sesuatu disana tengah bergerak dnegan kecepatan tinggi kearahnya. Tak bisa di hindari lagi, detik berikutnya, ia telah terbaring tak sadarkan diri di tengah jalan. Berbagai suara masuk kedalam telinganya seolah ia berada di dalam keramaian. Namun ia tak melihat papaun. Hanya sebuah lorong gelap tak berujung yang ada dihadapannya.
         Apa ia sudah mati ? Tidak. Kata orang, mati itu damai. Tidak merasa panas, dingin, sakit, atau apapun. Tapi kini, ia merasa seluruh tubuhnya dingin. Dingin seperti tersiram oleh sesuatu yang basah. Ia pasti hanya bermimpi. Ya, ia yakin itu.
“ hei !!! Mau sampai kapan kamu tidur, hah ???” Suara teriakan seseorang merambat  menggetarkan gendang telinga. Ia bernafas lega, karena Tuhan masih mengijinkannya untuk hidup. Ia belum mati. Seketika ia, Devy Amalia, mencoba untuk membuka matanya, melihat siapa yang berteriak dihadapannya itu.
         Wajah seorang wanita yang begitu dikenalnya menyambut hari barunya. Entah mengapa ia sangat merindukan sosok yang berdiri dihadapannya itu. Rasanya lama sekali ia tidak melihatnya. Sosok wanita yang begitu berarti baginya. Wanita yang sudah menghadirkannya kedunia ini. Ibunya.
Sejenak ia tersenyum. Tapi senyuman itu menghilang begitu hembusan angin dari fentilasi udara dijendela kamarnya membuat tubuhnya mengigil. Bajunya basah. Dan tepat dihadapannya, sebuah gayung berdiri dengan manisnya. Rupanya ibunya telah menyiramnya dengan segayung air hingga bajunya basah. “ibu.. Dingin..”Ucapnya memelas.
“siapa suruh kamu tidak mau bangun. Cepatlah, atau kamu akan terlambat sekolah” ucap ibunya
Devy terdiam ditempatnya. Sekolah ?? Dia tidak membutuhkan itu lagi, kan ? Lain ceritanya jika ibunya itu mengganti kata “sekolah” dengan “kerja”. Sekolahnya sudah berakhir 10 tahun yang lalu.
“ ibu, aku sudah berumur 28 tahun. Mana mungkin sekolah “ ucapnya.
Ibunya memandanginya bingung, detik berikutnya, tangan hangat wanita itu telah tertempel di dahinya. Mengecek suhu tubuh anak gadisnya itu. “ Devy, kamu tidak sakit, kan ? Ayolah !! Berhenti bermimpi dan cepat kesekolah “
         Mendengar perkataan ibunya, Devy bergegas melihat sekelilingnya. Lalu matanya tertuju pada sebuah cermin yang ada di samping lemari pakaian miliknya. Sekali lagi, ia tercengang begitu melihat dirinya kembali seperti awal. Seperti awal saat dimana ia terlalu kesal dan tanpa sengaja, ia tertidur dengan kepala yang tertahan di atas meja belajarnya.
         Kini, ia tahu, ia sadar, bahwa semua yang ia alami, semua cerita itu, hanya bunga tidurnya. Tapi ia bertekad dalam hati, persahabatan yang kembali seperti dahulu itu, bukan hanya mimpi, ia akan membuatnya menjadi kenyataan. Devy Amalia memantapkan hatinya.

-TAMAT-

gimana ? aneh, kan ?? wkwkwkwkwk.. emang :D 
kalo aja gue bisa ngomong sama kakak, gue pasti udah bilang makasih karena udah jadi inspirasi buat gue. 

MAKASIH, KAKAK :))